Hal ini terjadi karena masing-masing negara memiliki kebijakan yang berbeda. "Selain itu virtual currency adalah pseudonimity karena datanya sulit dilacak. Untuk kejahatan nyaman sekali, karena tidak ada identitasnya," imbuh dia."Sifat dan kebiasaan masyarakat negara beda-beda.
Kenapa Jepang boleh karena pengambil kebijakan melihat kondisi masing-masing negara, tidak ada spekulasi dan terorisme," ujar Eni dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Senin (15/1/2018).Dia menjelaskan, kondisi negara tidak bisa disamakan, misalnya antara Indonesia dan Jepang.
Karena setiap negara memiliki sifat penduduk dan culture yang berbeda. "Semuanya soal kebiasaan, harus dilakukan bertahap," ujar dia.Kemudian, pemerintah China juga melarang peredaran bitcoin di negaranya. Menurut Eni, di Indonesia memiliki kultur yang berbeda dengan negara lain.
Karena masih memiliki risiko penggunaan ke arah kejahatan.Mengutip Coinmarketcap, bitcoin menjadi uang virtual dengan kapitalisasi pasar yang besar yakni US$ 246 miliar atau 33%. Kemudian Ethereum menduduki posisi kedua dengan US$ 133 miliar. Lalu Ripple menduduki posisi ketiga US$ 79 miliar.
Sumber : Detik.com